Wednesday, November 30, 2011

Wisata Sejarah di Alcatraz

Oleh: Muhlis Suhaeri
California, pertengahan Maret 2010. Pesawat American Airlines yang saya tumpangi mulai memasuki wilayah udara California. Penerbangan dari St Louis, Missouri, membawa kesan tersendiri. Sepanjang perjalanan bentang pegunungan menampakkan wajahnya yang unik. Pengunungan mengukir lansekap dan memisahkan wilayah Amerika Serikat bagian tengah dan pantai barat.

Mendekati San Francisco, pemandangan pegunungan yang tertutup salju, mulai berganti dengan kabut. Mendung dan kabut merupakan wajah khas San Francisco yang berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik. California termasuk negara bagian Amerika Serikat dengan ibukota Sacramento. San Francisco salah satu kota terbesar, selain San Diego dan Los Angeles.

Pesawat mendarat di Terminal 3, Area E, Bandara Internasional San Fransisco. Area itu khusus bagi pesawat American Airlines yang melayani penerbangan dalam negeri dari beberapa kota di negara bagian Amerika Serikat. Bandara Internasional San Francisco terletak di San Francisco Bay Area bagian selatan. Untuk ke tengah kota, harus menyeberangi San Francisco Bay Bridge. Jembatan ini menghubungkan Pulau Yerba Buena dan pantai Oakland.

San Francisco kota berbukit. Rumah dan gedung pencakar langit berdiri pada sebuah sisi bukit merupakan pemandangan biasa di San Francisco. Bahkan, hotel yang saya tempati, Hotel Sir Francis Drake, berdiri pada sebidang tanah dengan kemiringan sekitar 30-35 derajat. Beberapa pulau kecil menghiasi lansekap San Francisco. Seperti, Pulau Alameda, Yerba Buena atau The “Alcatraz” Rock.

Saya berkesempatan mengunjungi penjara Alcatraz. Angin musim dingin bertiup menyambut, saat saya tiba di dermaga. Jaket tebal, sarung tangan, topi penutup kepala, sepatu boot, seakan tak mampu melindungi kulit tropis saya. Angin menusuk hingga ke celah-celah pori-pori terdalam.

Melihat dan mengunjungi Alcatraz, ibarat mengunjungi legenda para legenda. Alcatraz melegenda karena ketat dan disiplinnya sistem pengamanan di penjara. Juga para tahanan yang pernah mendekam di sana. Penjahat kelas kakap seperti Al Capone, Robert Franklin Stroud atau Alvin Karpis, pernah mendekam di Alcatraz. Kombinasi itu jadi cerita tersendiri yang semakin menguatkan legenda Alcatraz.

Kisah Alcatraz bermula ketika seorang penjelajah Spanyol, Lieutenant Juan Manual de Ayala, memetakan San Francisco sekitar 1775. Ia berlayar menyusuri pantai dan menemukan beberapa pulau. “I name this land ‘La isla de los Alcatraces’ (Island of the sea birds). Because of their being so plentiful there.”

Tak heran bila kita berkunjung ke Alcatraz, ratusan burung camar terbang bebas dan hinggap di kapal feri. Juga di setiap sudut pulau. Mereka tidak merasa terganggu dengan kehadiran para pengunjung. Interaksi dengan manusia sudah terjalin ratusan tahun.

Alcatraz berada di tengah Teluk San Francisco. Luasnya sekitar 0,0763 km persegi. Kondisinya berbatu dan gersang. Tak banyak tetumbuhan. Air dingin dan arus berkisar antara 6-8 mph mengelilingi pulau. Kondisi itu membuat pulau tak berpenghuni.

Pemerintah menjadikan Alcatraz sebagai situs sejarah. Dinas Pertamanan Nasional Amerika Serikat mengelolanya sebagai taman wisata yang bisa dikunjungi, dan menjadi bagian dari The Golden Gate National Recreation Area.

Feri penyeberangan berangkat dari Pier 33. Jarak ke Alcatraz sekitar 1,5 miles atau 2,4 km. Butuh waktu 15 menit. Feri berangkat setiap setengah jam sekali mulai pukul 9.30 hingga 17.30. Pada wisata malam, feri berangkat pukul 18.25 sore dan 18.50.

Pengunjung harus antre untuk dapatkan tiket. Pemesanan juga dapat melalui internet. Besarnya 36 dollar. Anak umur 5-11 tahun, 26 dollar. Umur di atas 62 tahun, tiket seharga 34,50 dollar. Wisata malam ke Alcatraz beda tiketnya. Untuk umum 43 dollar. Anak-anak 29,50 dollar. Orang tua 40,50 dollar.

Nama tour itu ke Alcatraz Discover Alcatraz Escape A Tour of The Attempt. Waktu berkunjung setengah jam atau tergantung kepada Anda sendiri. Dari penjara Alcatraz, kita bisa melihat pemandangan kota San Francisco yang elok. Juga melihat Golden Gate Bridge dan San Francisco Bay Bridge. Sesuai namanya, Golden Gate terlihat kuning keemasan. Menjelang senja, warna kemerahan berpadu dengan warna kuning matahari yang menimbulkan warna sensasi dan unik.

Ada juga wisata keliling sekitar Alcatraz hingga Golden Gate Bridge. Wisata dengan kapal feri itu tak berhenti di penjara. Perjalanan wisata sekitar satu jam. Selama perjalanan, pemandu akan menjelaskan sejarah San Francisco dan Alcatraz.

Feri mendarat di sisi bagian timur Alcatraz. Begitu tiba di dermaga, pemandu akan menyambut pengunjung dan memberikan penjelasan mengenai Alcatraz. Setelah itu kita naik kr bagian atas penjara. Anda bisa menggunakan mobil wisata bergandeng atau jalan kaki. Jaraknya sekitar 40 meter menuju blok pertama.

Di sepanjang jalur ini, terdapat menara penjaga. Ada pos jaga petugas. Ada perumahan petugas penjara. Sebagian rumah dalam kondisi bagus. Namun, ada juga yang sudah rusak karena pernah dikuasai demonstran dari suku Indian.

Ada beberapa pemberhentian tour. Setiap pemberhentian, pemandu menjelaskan cerita seputar tempat itu, dan usaha pelarian para tahanan. Pemberhentian pertama, dermaga kedatangan kapal feri. Kedua, di rumah penjaga. Ketiga, gedung di depan mercusuar. Keempat, di kamar tahanan. Kelima, Blok B sebelah utara ujung. Kelima, Blok D. Keenam, Blok C. Ketujuh, Blok B.

Ruangan masuk pertama berisi ruang kontrol dan ruang tunggu bagi pengunjung. Setelah itu masuk ke ruang tahanan utama. Begitu masuk ruang tahanan utama, terlihat deretan besi bulat menutup kamar tahanan. Setiap pintu besi dibuat berlapis bagi pengamanan yang maksimum. Setiap jendela diberi teralis besi bulat seukuran jempol orang dewasa.

Ada ruang laundry bagi tahanan. Juga ruang mandi air panas. Ada banyak kran dan pancuran. Ada sebuah cerita, bila tahanan terbiasa mandi pakai air panas, mereka tak bisa menyesuaikan diri dengan kondisi air dingin, saat mereka mencoba melarikan diri.

Alcatraz memiliki empat blok ruang tahanan. Blok A, B, C dan D. Setiap blok terdiri dari tiga lantai. Ruang potong rambut dan interogasi ada di Blok A di sebelah timur. Blok B merupakan blok pembinaan bagi mereka yang baru datang. Biasanya tahanan menempati Blok B selama tiga bulan pertama. Ini masa awal perkenalan di Alcatraz. Antara Blok C dan D terdapat jalur utama yang diberi nama Jalan Broadway. Ini jalan terpanjang di New York City.

Blok D paling diawasi. Para penjahat kelas kakap, berisiko kabur atau ribut dengan narapidana lain, ditempatkan di Blok D. Al Capone pernah menempati Blok D. Di samping Blok D terdapat ruang perpustakaan.

Ruang makan terdapat di sebelah barat. Ada ruang olah raga, mandi, pakaian dan perbaikan, gudang, ruang latihan main musik dan lainnya. Khusus ruang makan, pada bagian atas bangunan terdapat selang gas air mata. Bila ada kerusuhan di penjara, gas air mata bisa diaktifkan dari ruang kontrol penjara.

Kita bisa mendengarkan sebuah audio berisi cerita seputar Alcatraz. Semua itu bisa dinikmati dalam lima bahasa. Yaitu, bahasa Inggris, Spanyol, Jepang, Jerman dan Italia. Lama rekaman sekitar 30 menit. Rekaman berisi berbagai cerita dan testimoni para tahanan, sipir penjara, keluarga tahanan atau keluarga pegawai. Pengemasan audio sangat bagus. Bahkan, ketika kita mendengar cerita mengenai kisah para tahanan, derit pintu dibuka terdengar sangat jelas. Membuat kita yang mendengarnya, seolah-olah hadir dan ada dalam cerita tersebut.

Pada bagian akhir ruangan terdapat cendera mata. Ada baju, pin, mug, botol, dan berbagai pernah pernik dengan gambar atau logo khas Alcatraz. Lucunya, sebagian besar cendera mata itu buatan China.

Menurut booklet Discover Alcatraz Escape A Tour of The Attempt, Alcatraz awalnya benteng pertahanan. Militer menganggap perlu membangun benteng dan menempatkan meriam di Alcatraz. Sebab, Alcatraz menjadi salah satu pintu masuk ke Teluk San Francisco. Benteng pertama kali berdiri pada 1853. Selain Alcatraz, ada dua benteng pertahanan dibangun. Namanya Fort Point dan Lime Point. Tiga benteng tersebut menjadi penjaga bagi wilayah San Francisco. Militer juga membangun mercusuar. Kelak mercusuar ini merupakan yang tertua di wilayah pantai barat Amerika.

Pada 1859-1933, militer menggunakan Alcatraz sebagai penjara militer. Para tahanan menerima berbagai macam instruksi. Sekitar 70 persen menyelesaikan masa tahanannya dengan baik. Tetapi banyak juga yang mencoba kabur dari Alcatraz.

Pada 1877, sembilan tahanan melarikan diri ketika dipekerjakan di San Francisco. Mei 1878, dua orang tahanan menggunakan perahu dan meloloskan diri. Dan masih banyak kisah pelarian atau upaya melarikan diri dari para tahanan semasa dijaga militer. Banyak dari mereka yang mencoba melarikan diri, akhirnya tewas karena tenggelam atau ditembak petugas jaga.

Pada 1934, Departemen Kehakiman menggunakan Alcatraz sebagai salah satu penjara federal. Ada sebuah kebutuhan membuat penjara bagi para tahanan kelas kakap, untuk mengantisipasi gelombang kejahatan teroganisir yang berkembang di Amerika. Apalagi pada era 1920-an hingga 1930-an, depresi dan kolapnya perekonomian menciptakan kejahatan terorganisir yang membuat takut sebagian besar warga Amerika.

Tingkat huni Alcatraz tak lebih dari 300 orang. Biasanya 260-275 orang. Satu tahanan satu sel. Sipir memisahkan tahanan menjadi tiga kelas berdasarkan perilaku dan kejahatan yang telah dilakukan. Bila jumlah rasio penjara federal antara tahanan dan penjaga satu berbanding dua orang, maka di Alcatraz jumlah penjaga dan tahanan adalah, satu penjaga berbanding tiga tahanan. Karenanya, setiap sipir biasanya tahu dan kenal nama para narapidana.

Al Capone termasuk orang pertama dikirim ke Alcatraz. Ia tiba pada Agustus 1934. Al Capone menjalani penahanan selama empat setengah tahun di Alcatraz. Setelah itu, ia dipindahkan ke sebuah penjara di California selatan untuk menjalani sisa hukumannya. Orang yang biasanya mengacau dan menerobos berbagai sistem tersebut, harus mengakui sistem di Alcatraz. “I looks like alcatraz has got me licked.”

Selama 1934-1963, Alcatraz telah empat kali berganti kepala sipir penjara. Ada 1.576 tahanan yang diproses. Ada 90 petugas pemasyarakatan. Ada 53 aturan dan peraturan dibuat. Ada 14 usaha pelarian yang melibatkan 34 orang. Sebanyak 23 tertangkap. Enam orang tewas tertembak ketika melarikan diri. Dua tenggelam di laut saat melarikan diri. Dua orang yang tertangkap dan dieksekusi di kamar gas.

Hanya tiga berhasil lolos. Mereka adalah Frank Morris, Clarence Anglin dan John Anglin. Ketiganya melarikan diri pada 11 Juni 1962. Kisah pelarian mereka terekam dalam berbagai booklet atau informasi dari audio yang bisa didengar pengunjung. Bahkan, stasiun televisi kabel National Geographic membuat kisah dan cara ketiganya melarikan diri.

Pada 21 Maret 1963, Jaksa Agung Robert F. Kennedy menutup Alcatraz. Alasannya, biaya operasionalnya terlalu tinggi. Tiga kali lipat dari penjara biasa. Bayangkan saja, akibat tak ada pasokan air tawar, pemerintah harus membawa setidaknya satu juta galon air setiap minggunya ke Alcatraz dengan kapal. Polusi sampah turut jadi alasan penutupan.

Sekelompok orang Indian menduduki Alcatraz pada 1969. Mereka mengusulkan adanya pusat pendidikan, lingkungan hidup dan kebudayaan. Selama 18 bulan pendudukan, ada beberapa gedung rusak dan terbakar.

Kongres menetapkan Alcatraz sebagai bagian dari the Nasional Golden Gate Recreation Area pada 1972. Taman nasional itu salah satu yang terluas di dunia. Memiliki 75.000 acres dan 28 miles garis pantai. Tahun 1973, lokasi terbuka bagi umum. Operatornya The National Park Service.

Alcatraz mengilhami para sutradara dari Hollywood. Sejumlah film muncul dengan latar dan cerita mengenai pelarian atau ketatnya pengamanan di Alcatraz. Sebut saja film, Escape from Alcatraz, Alcatraz Island, Seven Miles From Alcatraz, Road to Alcatraz, Train to Alcatraz, Bird Man of Alcatraz, Murder in The First, The Rock, dan lainnya. Ada sekitar 40 film dengan latar dan cerita seputar Alcatraz.

Sebelum meninggalkan Alcatraz, sebuah dialog dalam film Escape From Alcatraz, antara kepala sipir, Warden (Patrick Mc Goohan) dan penjahat yang baru masuk, Frank Morris (Clint Eastwood), kembali mengingatkan saya:

“If you disobey the rules of society, they send you to prison. If you disobey the rules of prison, they send you to us.”***

Edisi cetak di Majalah Jalan-Jalan, Edisi Desember 2011.

Baca Selengkapnya...

Tuesday, November 22, 2011

AJI Desak Pemerintah Ungkap Kasus Pembunuhan Sembilan Wartawan Indonesia

Siaran Pers AJI

Peringatan Tahun ke-2 Kampanye Internasional Anti-Impunitas :
Pada hari ini, 23 November 2011, Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
bergabung dengan ribuan jurnalis di seluruh dunia memperingati kampanye
internasional Anti Impunitas. Kegiatan ini adalah bentuk solidaritas AJI
terhadap kasus pembantaian 32 wartawan di kota Ampatuan, Provinsi
Maguindanau, Filipina, 23 November 2009. Setelah dua tahun, pemerintah
Filipina belum berhasil mengungkap atau menangkap pelaku pembunuhan ke
pengadilan.

Impunitas adalah praktek pembiaran atau pembebasan pelaku kejahatan dari
tanggung jawab hukum, merupakan praktek yang dewasa ini marak di berbagai
negara. Mengutip Internatinal Freedom of Expression Exchange (IFEX) dimana
AJI menjadi anggotanya, lebih dari 500 wartawan tewas dalam 10 tahun
terakhir dari berbagai negara. Sembilan dari sepuluh kasus tersebut,
pembunuhnya bebas dari tanggung jawab hukum. Irak memiliki angka impunitas
tertinggi dengan 92 wartawan tewas tanpa ada penegakan hukum, disusul
Pakistan, Somalia,Afganistan, dan Filipina.

"Hari ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menuntut pemerintah agar
mengungkap dan menangkap para pembunuh wartawan di semua negara. Kita harus
memastikan para jurnalis bekerja dalam kondisi aman dan terlindungi saat
menjalankan profesi jurnalistiknya", kata Nezar Patria, Ketua AJI Indonesia.

AJI mencatat selama periode 2005-2010 terjadi 321 kasus kekerasan termasuk
pembunuhan terhadap jurnalis di Indonesia. Sejak 1996 AJI mencatat 10 kasus
pembunuhan wartawan, sebagian besar dari kasus itu belum terungkap atau
dibiarkan menjadi misteri. Sepuluh kasus pembunuhan itu diantaranya :

1. Alfrets Mirulewan (Tabloid Pelangi), tewas pada 18 Desember 2010, di
Pulau Kisar, MalukuBarat Daya.
2. Ridwan Salamun (Sun TV), tewas pada 20 Agustus 2010, di Tual, Maluku
Tenggara
3. Ardiansyah Matra'is (Merauke TV), ditemukan tewas pada 29 Juli 2010, di
Merauke, Papua
4. Muhammad Syaifullah (Kompas), ditemukan tewas pada 26 Juli 2010, di
Balikpapan
5. Anak Agung Prabangsa (Radar Bali), ditemukan tewas pada 16 Februari
2009, di PadangBai, Bali
6. Herliyanto (wartawan freelance), tewas pada 29 April 2006, Probolinggo,
Jawa Timur
7. Elyudin Telaumbanua (Berita Sore), hilang sejak 24 Agustus 2005, di
Nias, Sumatera Utara
8. Ersa Siregar (RCTI), tewas tertembak pada 29 Desember 2003, di propinsi
Aceh
9. Agus Mulyawan (Asia Press), tewas pada 25 September 1999, di Los Palos,
Timor Timur
10. Fuad Muhammad Syarifuddin (Bernas Yogya), dibunuh pada 16 Agustus 1996
di Bantul, Yogyakarta


"Memperingati tahun ke dua Hari Impunitas Internasional, AJI menuntut
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) agar menuntaskan berbagai kasus
pembunuhan jurnalis, termasuk kasus Udin di Yogya. AJI juga mengecam
bebasnya pelaku pembunuhan terhadap wartawan Sun TV Ridwan Salamun di Tual,
Maluku Tenggara oleh Pengadilan Negeri Tual," ujar Eko Maryadi, Pengurus
Divisi Advokasi AJI Indonesia.

Sebelumnya AJI Yogyakarta memprotes Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta,
yang akan menghentikan penyidikan kasus pembunuhan wartawan Bernas, Fuad
Muhammad Syafruddin (Udin) yang dibunuh pada 16 Agustus 1996 di Bantul. AJI
Indonesia mendesak Polri mengungkap pembunuhan Udin sebelum kasus ini
kadaluawarsa pada tahun ke-18. Dalam catatan AJI, Polri pernah sukses
mengungkap kasus pembunuhan wartawan Radar Bali AA Narendra Prabangsa pada
2009, sehingga Pengadilan Negeri Denpasar menghukum para pembunuh wartawan
dengan penjara 8 tahun sampai seumur hidup.

Dalam Kampnaye Internasional Anti Impunitas ini, AJI menyerukan agar
pemerintah Indonesia menunjukkan keseriusan bagi upaya penegakan hukum,
termasuk mengungkap semua kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia secara
tuntas. Pembiaran aparat pemerintah terhadap tindak kekerasan dan
pembunuhan jurnalis merupakan pelanggaran serius terhadap Hak Asasi Manusia
dan berpotensi mengancam kemerdekaan pers.

"AJI akan mengawal kasus-kasus pembunuhan tersebut dan tidak ragu
membawanya ke komunitas internasional apabila pemerintah menunjukkan itikad
pembiaran dan melanggengkan impunitas," ucap Nezar Patria.

Baca Selengkapnya...